Marquee

Selamat Datang Di Layanan Biro Karya Tulis Iksalisk

Baiti Jannati

Sabtu, 03 Juli 2010

SEJARAH KABUPATEN PANGANDARAN

SERBA-SERBI SEJARAH PEMBENTUKAN
KABUPATEN PANGANDARAN
Oleh: Ikin Salikin Iskandar*)

Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran
Kabupaten Pangandaran meliputi sepuluh kecamatan di bagian paling tenggara Provinsi Jawa Barat, terdiri dari: Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Parigi, Cijulang, Cigugur, Mangunjaya, Sidamulih, Cimerak dan Langkaplancar. Kenapa pembentukan Kabupaten Pangandaran menjadi penting? Beberapa fakta sederhana bisa diungkapkan di sini.
Pertama, Provinsi Jawa Barat dengan wilayah yang luas tergolong memiliki jumlah kota/kabupaten sedikit. Dengan keadaan seperti itu, kota/kabupaten tersebut cenderung memiliki wilayah yang terlalu luas (dibandingkan misalnya dengan kota/kabupaten di Jawa Timur). Dengan luasnya wilayah, pengelolaan pelayanan terhadap warga menjadi jauh tidak efisien (bayangkan, penduduk di Pangandaran, atau bahkan Cijulang, perlu menempuh tiga jam perjalanan paling minimal, untuk mengurus Surat Izin Mengemudi atau Nomor Pokok Wajib Pajak ke Ciamis). Ciamis merupakan salah satu kabupaten dengan wilayah yang sangat luas dan perlu untuk dimekarkan.
Kedua, sebagai kota tujuan wisata, sudah saatnya Pangandaran mengelola secara mandiri potensi-potensinya. Sudah menjadi kecenderungan umum di dunia, kota-kota wisata bersifat mandiri sehingga mereka bisa maksimal mem”branding” namanya di dunia pariwisata. Hal ini tentu tak akan maksimal jika Pangandaran masih mengikuti kabupaten induknya. Mengapa? Kita tahu potensi ekonomi Kabupaten Ciamis tidak seluruhnya berasal dari pariwisata. Kabupaten Ciamis harus membagi pengelolaan (pelayanan maupun finansialnya) dengan daerah-daerah lain di wilayahnya. Kondisi ini memang tak terelakan. Hasilnya kita lihat, pembangunan Pangandaran sebagai kota wisata tak memiliki kemajuan yang berarti.
Ketiga, pembentukan Kabupaten Pangandaran bisa melengkapi strategi pembangunan wilayah selatan Jawa yang digagas pemerintah pusat.

Dukungan Dana Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi
Pemerintah Kabupaten Ciamis menambah dana pemilukada pertama dan penyelenggaraan pemerintahan di calon Kabupaten Pangandaran menjadi Rp 12,5 miliar. Sebelumnya dukungan dana selama dua tahun, hanya sebesar Rp 7,5 miliar.
Bupati Ciamis Engkon Komara menyatakan hal itu, ketika menyampaikan jawaban atas pemandangan umum fraksi DPRD Ciamis tentang bantuan untuk calon Kabupaten Pangandaran. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Didi Sukardi, Rabu (9/6).
Tahun pertama sebesar Rp 7,5 miliar, terdiri dari Rp 5 miliar untuk penyelenggaraan pemerintahan, serta Rp 2,5 miliar untuk pilkada pertama kali. Sedangkan pada tahun kedua, bantuan untuk penyelenggaraan pemerintahan sebesar Rp 5 miliar. Jumlah tersebut lebih banyak Rp 2,5 miliar dari rencana sebelumnya.
“Bantuan untuk tahun pertama yang sebelumnya sebesar Rp 5 miliar, ditambah menjadi Rp 7,5 miliar. Jumlah dukungan dana APBD Provinsi Jawa Barat tahun pertama dan kedua tetap sebesar Rp 12,5 miliar,” katanya.
Berkenaan dengan permohonan penambahan dukungan dana untuk pemilu menjadi sebesar Rp 7,5 miliar, Bupati Ciamis secara tidak langsung menolaknya. Dia hanya mengungkapkan pertimbangan perhitungan pengalaman pemilu sebelumnya.
Jumlah hak pilih dari 10 kecamatan daerah otonom baru calon Kabupaten Pangandaran sebanyak 286.012 orang. Saat itu anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 4 miliar. “Ditambah Rp 1 miliar untuk panwaslu, jadi totalnya Rp 5 miliar. Jumlah tersebut kami anggap sudah mencukupi,” tuturnya.
Engkon mengatakan sejak tahun 2009 telah melakukan pendataan aset daerah milik kabupaten induk (Kabupaten Ciamis) ke daerah otonom baru Pangandaran. Untuk lebih memastikannya, saat ini kembali dilakukan pendataan ulang.
“Berdasarkan pengalaman di wilayah lain, masalah asset menjadi persoalan yang berlarut ketika terbentuk daerah otonom baru. Kami tidak menghendaki adanya benturan atau rebutan asset,” katanya.
Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran Supratman didampingi beberapa pengurus lainnya, menyatakan dukungannya atas langkah yang diambil Pemkab. Ciamis. Disebutkan sebelum diserahkan ke DPR RI ada beberapa penyempurnaan persyaratan yang harus diajukan. “Kelengkapan atau penyempurnaan tersebut harus diselesaikan paling lambat 30 Juni 2010,” tuturnya.
Di antara persyaratan yang dilengkapi adalah angka nominal dukungan dana untuk pilkada pertama, Persetujuan penyerahan kekayaan, dan peta lengkap wilayah daerah otonom baru. “Sekali lagi, kami menyambut positif langkah yang diambil Pemkab. Ciamis,” katanya.

Pembentukan Kabupaten Pangandaran Akan Jadi Undang-undang
Komisi II DPR RI meyakinkan Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran bahwa soal pemekaran akan dibahas bahkan disyahkan menjadi Undang-Undang. Oleh karena itu, presidium dan masyarakat di Ciamis selatan diharapkan tetap percaya diri.
Sebagai bukti bahwa mereka serius, Komisi II mengaku sudah mengusulkan kepada Ketua komisi untuk mengagendakan kunjungan kerja ke calon daerah otonom Pangandaran. Itu juga sebagai bukti bahwa Komisi II memegang teguh komitmennya untuk mengupayakan terbentuknya Kabupaten Pangandaran.
“Kami, presidium, menerima tekad Komisi II itu belum lama ini, dari Wakil Ketua Komisi Gaffar Patafe. Jadi kami tetap optimistis Kabupaten Pangandaran akan terbentuk, apalagi karena Pak Gaffar menyatakan akan tetap memegang komitmen,” kata Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran H. Supratman melalui anggota presidium Andis Sose, ketika dihubungi “PRLM”, Jumat (5/2).
Menurut Andis, beberapa waktu lalu memang sempat muncul tentang moratorium. Bahkan soal moratorium tersebut masih menjadi istilah yang kerap dikatakan pejabat di Jakarta saat menjelaskan soal pemekaran wilayah.
Akan tetapi, Komisi II telah meyakinkan bahwa soal moratorium tersebut tidak perlu dirisaukan. “Soal itu, kata Pak Gaffar tidak usah dirisaukan karena hanya merupakan statemen pribadi yang tidak punya landasan hukumnya,” kata Andis.
Hal itu, berbeda dengan pemekaran daerah. Pemekaran daerah, ada dasar hukumnya, berupa undang-undang. Apalagi soal pembentukan Kabupaten Pangandaran itu sudah disetujui DPRRI dan sudah ada Rancangan Undang-Undang (RUU)-nya. “Jadi, menurut Pak Gaffar, warga di Ciamis selatan tidak perlu khawatir,” ungkap Andis Sose lagi.

Rekomendasi Pemekaran Pangandaran Sudah Turun
Rekomendasi Gubernur Jawa Barat tentang Persetujuan Pembentukan Daerah Otonom Pangandaran sebenarnya sudah turun, bahkan sudah ada di Komisi II DPR RI. Selain Gubernur, yang juga sudah mengeluarkan rekomendasi adalah DPRD Provinsi Jawa Barat.
Hal itu disampaikan Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran, H. Supratman dalam keterangan persnya di Pangandaran, Selasa (26/1). Ia mengatakan itu berkaitan dengan pernyataan Jeje Wiradinata, politisi yang mengatasnamakan diri Penasihat Forum Pangandaran seperti dilansir harian ini, Senin (25/1).
“Saya kaget membaca pernyataan Jeje soal rekomendasi Gubernur yang belum turun itu. Padahal, rekomendasi itu sudah turun lama, setelah diperjuangkan oleh Presidium bersama elemen masyarakat lainnya,” kata Supratman, seraya memperlihatkan rekomendasi di maksud.
Rekomendasi atau SK Gubernur tentang Persetujuan Pembentukan Daerah Otonom Pangandaran tersebut, kata dia, bernomor 130/Kep.150.3-otdaksm/2009 dengan ditandangani langsung Gubernur Ahmad Heryaman, sedang SK DPRD Prov Jabar bernomor 135/Kep.DPRD-19/2009 tentang Persetujuan DPRD Provinsi Jawa Barat terhadap Pemekaran Kabupaten Sukabumi dan Ciamis.
Menurut Supratman, selain dia, yang turut kaget adalah Kepala Biro Otda Provinsi Jawa Barat Drs. H. Daud Ahmad. Saking kagetnya, Daud sampai mengontak dirinya dan menanyakan kenapa hal itu sampai terjadi. Padahal, rekomendasi di maksud telah disampaikan Gubernur ke Mendagri dengan tembusan ke DPR RI temasuk Komisi II-nya.
“Kami bersama perwakilan Presidium di Jakarta, sudah mengecek apakah rekomendasi itu sudah sampai atau belum ke DPR. Kami yakin, sudah sampai sejak beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Sebelumnya Jeje mengatakan bahwa rekomendasi Gubernur tentang persetujuan pembentukan daerah otonom Pangandaran itu belum sampai ke DPR RI. Jeje mengaku mendapatkan informasi itu setelah menemui Komisi II DPR bersama anggota DPRD Jabar Ijah Hadidjah, dan diterima Wakil Ketua Komisi II Bidang Otonomi Daerah Gandjar Pranowo, didampingi anggota lainnya Ari Zakaria, Irfan dan lainnya di Jakarta.
Kabupaten Pangandaran Pasti Terbentuk
Menyusul hasil kajian ilmiah tim Universitas Padjadjaran (Unpad) yang merekomendasikan pemekaran wilayah Ciamis selatan menjadi daerah otonom, akhirnya pemerintah Kabupaten Ciamis akhirnya juga menyetujui pembentukan daerah baru tersebut. Berdasarkan surat rekomendasi dari Pemkab. Ciamis tersebut, DPRD juga menindaklanjutinya dengan membentuk panitia khusus (pansus) yang menangani persoalan pemisahan wilayah tersebut.
"Kami sudah menerima surat dari Bupati Ciamis yang merekomendasikan pemekaran Ciamis selatan. Suratnya sudah kami terima tadi. Dengan adanya rekomendasi itu, kami juga segera membentuk pansus yang menangani berbagai persoalan terkait pemekaran Ciamis Selatan," ungkap Ketua DPRD Ciamis Jeje Wiradinata, Kamis (8/1).
Ditegaskan pansus akan bekerja intensif selama bulan Januari, sehingga diharapkan pada awal Februari sudah melangkah tahapan berikutnya. Ditambahkan nama baru bagi Ciamis selatan adalah Kabupaten Pangandaran. Salah satu falsafahnya karena nama tersebut sudah terkenal, selain itu juga lebih cocok untuk wilayah Pangandaran.
"Dengan pembahasan intensif, bulan Januari ini pansus sudah dapat menyelesaikan tugas terkait dengan pemekaran, termasuk juga menetukan lokasi ibu kota kabupaten, serta nama Kabupaten Pangandaran," tuturnya.
Apabila seluruh tahapan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan tanpa ada alangan, lanjut Jeje, pemisahan Ciamis selatan akan tuntas pada tahun 2011. "Dengan demikian pada tahun tersebut juga otomatis terbentuk kabupaten baru, yakni Kabupaten Pangandaran," kata Ketua DPRD Ciamis.
Dia juga menyambut gembira rencana pemerintah untuk menjadikan jalur selatan selatan sebagai jalan nasional. Dengan dibukanya jalur selatan selatan menjadi jalan nasonal, akan dapat membuka isolasi wilayah tersebut. Diakuinya selama ini wilayah selatan terkesan terisolir, salah satunya karena jalur transportasi yang masih minim.
"Dibukanya jalur tersebut juga sekaligus menjadi modal bagi percepatan pembangunan wilayah selatan, sehingga dapat sejajar dengan daerah lainnya," ujarnya.
Jeje juga mengatakan bahwa wilayah Kabupaten pangandaran masih tetap mencakup 10 kecamatan, yakni Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Cimerak, Cigugur, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Mangunjaya dan Langkaplancar. Sedangkan tiga kecamatan lainnya yakni Banjarsari, Purwadadi, dan Lakbok yang sebelumnya juga dikabarkan akan bergabung, ternyata tidak masuk dalam wilayah otonom baru.

Sejarah Pangandaran
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hail bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.
Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.104/KPTS-II/1993 pengusahaan wisata TWA Pananjung Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.
Pada awalnya Desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan dari suku Sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata pangan dan daran . yang artinya pangan adalah makanan dan daran adalah pendatang. Jadi Pangandaran artinya sumber makanan para pendatang.
Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama Desa Pananjung, karena menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah inipun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda Pangnanjung-nanjungna (paling subur atau paling makmur).
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hail bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.
Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104?KPTS-II?1993 pengusahaan wisata TWA Pananjung Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.


Pangandaran, Mereka Kecewa, Lalu Melepaskan Diri
KETUA Presidium Pemekaran Ciamis Selatan (PPCS) Supratman merasa lega, karena kekhawatirannya terhadap kemungkinan DPRD Kab. Ciamis menolak keinginan pembentukan daerah Kabupaten Pangandaran atau Kab. Ciamis Selatan tidak terbukti. Seluruh fraksi di DPRD Ciamis, sepakat menyetujui usulan pembentukan daerah otonom baru ini.
Bahkan, dewan akan mengusulkan alokasi anggaran untuk kajian atau studi kelayakan oleh perguruan tinggi. Alokasi anggaran itu, akan dimasukkan dalam perubahan APBD 2007. Informasinya, dana studi kelayakan tersebut kurang lebih Rp 1 miliar.
"Kita bersyukur, arah untuk pembentukan kabupaten ini, sudah berada di jalur yang tepat serta mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kab. Ciamis," kata Supratman, Selasa (4/9).
Keinginan Pangandaran atau daerah Ciamis bagian selatan, untuk memisahkan diri dari Kab. Ciamis, sebenarnya sudah menjadi wacana sejak tahun 2002. Waktu itu, ada semacam forum Paguyuban Masyarakat Pakidulan (PMP) yang juga menyuarakan Pangandaran ingin pisah dari Ciamis. Spanduk yang menyuarakan keinginan Pangandaran pisah dari Kab. Ciamis itu muncul di berbagai tempat.
Keinginan itu mengemuka karena potensi Pangandaran dianggap tidak diolah secara maksimal. Pangandaran merasa telah banyak memberikan kontribusi ke Ciamis lewat pendapatan wisata, pajak hotel, restoran dan lainnya. Tetapi, imbal balik yang diterima Pangandaran dinilai kecil.
Penataan Pangandaran waktu itu juga dirasakan tidak berjalan dengan baik. Projek pembangunan pelabuhan, juga mengalami kemandekan. Artinya, ada segudang masalah hingga akhirnya membuat masyarakat Pangandaran dan sekitarnya, berkeinginan memisahkan diri dari Ciamis.
Selama ini, warga Pangandaran memiliki percaya diri cukup tinggi, karena merasa menjadi lumbung pendapatan. Selain itu, nama daerah ini sudah dikenal luas ke berbagai daerah.
Namun, wacana pemekaran itu, secara perlahan tenggelam. Baru, setelah Pangandaran diterjang tsunami tahun 2006 lalu, wacana untuk memisahkan diri dari Ciamis kembali muncul. Pembicaraan warga di daerah Ciamis bagian selatan soal pemekaran menjadi salah satu materi yang banyak dibicarakan. Bahkan, di antara tokohnya banyak mengirim pesan lewat SMS soal pembentukan Pangandaran menjadi kabupaten.
Keinginan memisahkan diri dari kabupaten induk, waktu itu muncul, karena adanya kekecewaan dalam penanganan pembangunan di Pangandaran. Lalu, infrastruktur yang banyak terbengkalai, serta jarak antara daerah ini ke pusat ibu kota kabupaten terlalu jauh, yaitu lebih dari 100 km.
Daerah Kab. Ciamis dinilai terlalu luas, sehingga proses pembangunan tidak bisa secepat yang diharapkan. Lambatnya pembangunan pelayanan dasar, seperti dalam bidang kesehatan untuk berobat atau rawat mesti ke Rumah Sakit Banjar, dengan jarak kurang lebih 90 km. Rencana pembangunan rumah sakit di Pangandaran tidak kunjung direalisasikan, begitu juga pelabuhan belum tuntas.
Menurut H. Iyos Rosby, Ben¬dahara PPCS, ada beberapa pertimbangan yang mendorong daerah Pangandaran dan sekitarnya lepas dari Kab. Ciamis. Pertama, Kab. Ciamis sekarang ini terlalu luas yaitu 244.479 ha, dengan meliputi 36 kecamatan. Jumlah penduduknya sudah mencapai 1,5 juta jiwa lebih tersebar di 345 desa.
"Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, pelayanan ke publik tidak akan maksimal. Sehingga, untuk mendekatkan dan memaksimalkan pelayanan ke masyarakat, perlu dibentuk dae-rah otonom baru yang lebih mendekatkan diri ke masyarakat. Daerah otonom ini, yaitu di Ciamis Selatan atau Kab. Pangandaran dengan meliputi beberapa kecamatan," katanya.
Agar keinginan itu terwujud, 35 tokoh Pangandaran pada tanggal 25 Februari 2007 melakukan pertemuan khusus di hotel Mustika Ratu Pangandaran. Pertemuan itu menghasilkan pembentukan panitia kecil untuk menjaring aspirasi warga di 11 kecamatan yang ada di bagian selatan. Mulai dari Kec. Banjarsari, Mangunjaya, Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cimerak, Cijulang, Cigugur, dan Langkaplancar.
Laporan dari panitia kecil yang waktu itu dipimpin Supratman, menunjukkan adanya keinginan kuat dari warga untuk pisah dari Ciamis. Karena itu, dibentuk panitia atau presidium di masing-masing kecamatan, yang bertugas membantu persiapan pembentukan kabupaten ini. Lalu dibentuk koordinator di tingkat lebih yang lebih tinggi. Kelompok yang memberikan dukungan ini bukan hanya LSM dan sejumlah anggota Badan Perwakilan Desa (BPD), tapi juga ulama. Mereka semua, mendesak agar segera dibentuk presidium pusatnya, "Akhirnya pada tanggal 17 Juli 2007, dibentuk sekaligus ditetapkan presidium pusatnya, dengan nama Presidium Pemekaran Kabupaten Ciamis Selatan," katanya.
Mereka yang duduk di kepengurusan, yaitu Ketua Supratman, Wakil Ketua Tudi Hermanto, Jam'an, Dedi Ratnadi, dan Adang. Sekretaris Soni, Bendaraha H. Iyos Rosby, dan pengurus lainnya.
Belakangan, Kec. Banjarsari, tidak masuk dalam kelompok yang mau memisahkan diri. Proses perjalanan selanjutnya, yaitu presidium melakukan sosialisasi serta diskusi dengan berbagai pihak. Seperti diskusi dengan anggota DPR RI dan lembaga pendidikan di Bandung.
Akhirnya, presidium membuat catatan berupa pertimbangan pemekaran serta hal lainnya. Masalah itu mereka sampaikan ke DPRD Kab. Ciamis, Senin lalu, dan mendapat respons positif. "Kami mengucapkan terima kasih kepada Dewan Ciamis dan Pemkab Ciamis, yang telah memberikan respons positif serta dukungannya untuk pemekaran ini. Termasuk dengan keinginan untuk memberikan alokasi dana untuk studi kelayakan," kata Iyos.
Gubernur Jabar Danny Setiawan, ketika diminta tanggapan, mengatakan keinginan Pangandaran untuk memekarkan diri harus benar-benar sesuai dengan pertimbangan rasional dan untuk menyejahterakan masyarakat. Selain itu, prosesnya harus ditempuh sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Sedangkan Ketua Sub Komisi Bidang Otonomi Daerah, Komisi II DPR RI Chozin Chumaidy, ketika dihubungi mengatakan, keinginan pemekaran wilayah seperti Pangandaran dan sekitarnya sepanjang untuk kesejahteraan dan peningkatan pelayanan ke publik lebih baik, maka mesti didukung.
Anggota DPR RI Eka Santosa, mengatakan, daerah Ciamis bagian selatan sudah layak menjadi daerah otonom. Hal itu didukung dengan sumber daya alam (SDA) dari Pangandaran dan sekitarnya yang cukup potensial, termasuk bisa menjadi daerah wisata andalan. Selain itu, SDM dari daerah selatan ini sudah memadai, sehingga mesti didukung untuk pembentukan sebuah kabupaten.
Persoalan pemisahan itu sendiri mendapatkan tanggapan serius dari kalangan DPRD Kab. Ciamis. Seperti dikatakan Ketua DPRD Ciamis Jeje Wiradinata, sebelum masyarakat datang ke gedung DPRD, sebanyak 30 wakil rakyat sudah menunggu.
Ini merupakan salah satu prestasi tersendiri di kalangan wakil rakyat, sebab belakangan DPRD Ciamis disorot karena cukup sulit mencapai kuorum. Meskipun sebagian besar menyatakan setuju adanya pemekaran, tidak sedikit wakil rakyat yang menyampaikannya tidak secara tegas.
”Agar persoalan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang tentunya harus didahului dengan kajian yang komprehensif, penelitian melibatkan akademisi,” ujar wakil rakyat dari PKB, Ahmad Irfan Alawy. Hal senada juga disampaikan wakil rakyat lainnya, seperti Gandjar M. Jusuf, Didi Sukardi, Syarif Sutiarsa, Dede Heru, dan Tudi Hermanto.
Untuk melakukan persiapan dan kajian ilmiah, perlu dukungan dana. Dua wakil rakyat, Endang, S.T. dan M. Taufik, B.A. mengatakan dana yang dibutuhkan kira-kira Rp 400 juta, sedangkan M. Taufik menyebutkan angka yang lebih besar yakni Rp 1 miliar. *(Penulis adalah Magister Pendidikan Pakidulan, AGUPENA JABAR (Anggota Guru Penulis Nasional Jawa Barat)

4 komentar:

  1. Selamat siang,

    maaf ni tapi sinkronisasi judul dan isi ni ga klop. Coba Anda buka kata "Sejarah" di KBBI.

    CMIIW

    Regards,
    Trigonal

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. sangat menarik apa yang bapak paparkan di blog bapak mengenai sejarah kabupaten Pangandaran. dari judul kalau dapat izin saya mau menanyakan, SEJARAH KABUPATEN PANGANDARAN ? memang pangandaran sudah menjadi kabupaten Pak ? sehingga sudah bisa di deskripsikan mengenai kabupaten'nya ? setahu saya pangandaran baru menjadi wacana dalam sebuah pemekaran, dan mulai tahun berapa Pangandaran sendri telah berubah menjadi sebuah Kabupaten baru pak ?. dalam hal itu, keinginan adanya pemisahan diri dari kabupaten induk dibenturkan oleh berbagai banyak faktor. yang salah satunya kurang perhatianya terhadap daerah tersebut dalam hal pelayanan administrasi, infrastrultur, dsb. hal yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah ini berupakan gagasan atau keinginan/kehendak dari masyarakat sendiri ? kalau memang benar itu dari keinginan masyarakat bisa dikasih contoh seperti apa reaksi dari masyarakat Cijulang, Cimerak Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Langkaplancar dsb. berapa dalam jumlah hitungan statistik yang dapat di catat mengenai kehendak masyarakat dalam pemekaran sendiri ? selanjutnya dalam DOB daerah otonom baru. ialah dalam arti pemekaran itukan ada yang dinamakan dengan persyaratan yang harus ditunjang. nah sebelumnya persyaratan itu sendiri apa saja yang sudah dipenuhi ? bagaimana dengan persyaraatan yang lain seperti Kantor Bupati ? Rumah Sakit ? Kantor Dewan ? Pengadilan Negari ? Perguruan Tinggi serta pelayanan di bidang Administrasi lainya. yang mana maksud dari tujuan dari adaya otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 adalah salah satunya untuk pengelolaan secara mandiri baik itu dibidang kepemerintahan dan administrasi untuk mempermudahkan pelayanan yang epektif serta keamanan terhadap masyarakat. nah dari peran Presidium sendiri itu sudah sejauh mana dalam mengusahakan hal demikian ? sekian trimakasih, sebelumnya saya sangat senang dapat membaca blog bapak. dan alhamdulilah bisa sharing dalam hal pengetahuan yang positif. hehe.sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kalimat yang kurang mengena wassallamuallaikum..

    BalasHapus
  4. PANGANDARAN........TERBUKTI BUKAN?
    BAIK, SEKARANG SAYA SEDANG MENYUSUN BUKU SEJARAH KABUPATEN PANGANDARAN YANG SESUNGGUHNYA, TUNGGU TANGGAL TERBITNYA.

    BalasHapus